Jakarta, Djatinegara.com – Menulis dan membaca norma hukum harus dilakukan dengan pemahaman secara tekstual dan kontekstual. Para sarjana hukum tidak bisa lepas dari doktrin pentingnya kata-kata dan tanda baca dalam rangkaian kata pada bahasa hukum. Hal tersebut disampaikan oleh Ketua MK periode 2003 – 2008 Jimly Asshiddiqie dalam Bimbingan Teknis (Bimtek) Legal Drafting Angkatan II hari kedua pada Selasa (24/8/2021).
Mahkamah Konstitusi (MK) bekerja sama dengan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) dan Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) menggelar bimtek ini secara daring dengan diikuti oleh 100 orang peserta. Dalam paparan yang disampaikan secara virtual ini, Jimly menekankan pentingnya pedoman pemahaman tekstual dan kotekstual menulis serta membaca suatu norma hingga pada tercapainya suatu penafsiran konstitusi yang utuh. Di samping itu, Jimly juga menegaskan perlu pula bagi para legal drafter untuk melakukan pemahaman sebuah norma secara konteks internal dan eksternal.
“Di sini konteks internal berarti harus pahan apa kandungan nilai-nilai yang terdapat dalam teks. Dan itu harus dipelajari. Misalnya, bagaimana niat awal teks undang-undnag itu dibuat. Maka, akrablah dengan risalah dari penyusunan dan pembentukan undang-undang itu. Baca! Sehingga nantinya apa yang ada pada risalah itu akan memperkaya kita dalam membaca sebuah teks undang-undang,” jelas Jimly.
Kemudian Jimly meneruskan penjelasannya, bahwa di samping konteks internal dari penyusunan suatu norma terdapat pula konteks eksternal yang harus dicermati dalam penyusunannya, yakni sesuatu yang tidak dirumuskan dalam risalah. Sederhananya, lanjutnya, seperti suasana iklim politik, ekonomi, atau suasana zaman dari para perumus saat dilakukan perumusan undang-undang tersebut. Sehingga tafsir terhadap konstitusi dan/atau suatu undang-undnag tersbeut pun menjadi utuh. “Karena ketika membaca dan menafsirkan suatu norma, itu kita berada di ruang baru. Karena konteks zaman saat disusun dan saat membacanya ada pada dimensi yang telah berbeda. Maka itulah yang dinamakan bahwa konstitusi itu bertumbuh,” jelas Jimly.
Pengujian Undang-Undang
Pada kesempatan berikutnya, Wakil Ketua MK Aswanto memberikan jabaran materi mengenai Pengujian Undang-Undang bagi para legal drafter. Dikatakan Aswanto bahwa pengujian undang-undang atau PUU merupakan satu dari empat kewenangan MK yang diamanatkan oleh UUD 1945 hasil amendemen. Dalam pelaksanaan tugas ini, MK menyusun peraturan terkait hukum acara yang harus dipahami oleh para pihak yang mengajukan perkara. Secara runut Aswanto mengetengahkan bahwa PUU yang dimaksudkan berkenaan dengan pengujian formil dan materiil dari suatu norma. Sebagaimana dituliskan dalam Peraturan MK Nomor 2 Tahun 2021 Pasal 2 ayat (3) bahwa pengujian formil berkenaan dengan proses pembentukan undang-undang. Sedangkan pengujian materiil adalah berkenaan dengan materi dalam muatan ayat, pasal dan/atau bagian undang-undang yang dianggap bertentangan dengan UUD 1945 sebagaimana dituliskan pada Pasal 2 ayat (4) Peraturan MK Nomor 2 Tahun 2021.
Selanjutnya, Aswanto menerangkan secara detail mengenai berbagai hal terkait dengan pihak-piha yang dapat mengajukan permohonan ke MK dalam perkara PUU, syarat adanya kerugian konstitusional, dan tata cara pengujian permohonan di MK.
“Dalam pengajuan permohonan, semua dilakukan secara online, untuk PUU semua telah dilakukan online secara menyeluruh. Jadi, para pihak yang berperkara mulai dari pengajuan permohonan hingga sidang dan putusan pun diikuti secara daring. Sehingga hanya hakim konstitusi yang ada pada ruang sidang di MK. Lain halnya dengan Sidang Pilkada karena saat ini persidangan masih tetap dihadiri oleh perwakilan para pihak yang berperkara, dalam hal ini kuasa hukum para pihak atau yang mewakili saja,” kata Aswanto.
Sebagai informasi, pada bimtek hari kedua ini para peserta juga disuguhkan dengan materi berupa “Proses Pembentukan Peraturan Perundang-undangan” yang disampaikan oleh Priyanto selaku Sekretaris Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-Undangan dari Kemenkumham RI. Berikutnya disajikan pula materi tentang “Jenis dan Hierarki Peraturan Perundang-undangan” oleh Nuryanti Widyastuti selaku Direktur Fasilitasi Perancangan Peraturan Daerah dan Pembinaan Perancang Peraturan Perundang-undangan Kemenkumham RI. Kegiatan ini pun digelar selama lima hari, yakni sejak Senin hingga Jumat (23 – 27/8/2021) mendatang.
Discussion about this post