Palembang, Djatinegara.com – Ekspedisi Pariwisata Hijau: Marathon 35 Gunung sedang bergulir. Ekspedisi ini digagas oleh Azam Rofiullah, Founder Kaldera Indonesia sebagai bentuk kecintaannya terhadap Alam Indonesia.
“Kami bergerak dari mulai Sulawesi, Sumatera, Jawa, Bali, Lombok, Sumbawa, hingga Flores dengan total pendakian 35 Gunung, sambil mengkampanyekan metode Pariwisata Hijau,” Cetus Azam.
Pada bulan Juli kemarin, tim telah menyelesaikan pendakian 5 gunung chapter Sulawesi dengan total pendaki 30 orang dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat, serta memilih gunung yang berlokasi di zona hijau Covid-19.
“Bulan ini kami melaksanakan pendakian chapter Sumatera yang akan dimulai di Gunung Kerinci dan berakhir di Gunung Rajabasa, Lampung,” Tandas Azam yang juga merupakan Kader Leppami HMI Cabang Jakarta Selatan ini.
Pariwisata Hijau sendiri merupakan konsep yang diusung sebagai bentuk kejelian Azam melihat potensi Alam Indonesia dalam menyambut era Environment 6.0 yang akan terjadi di masa mendatang.
“Indonesia memiliki keunggulan bonus demografi di tahun 2030 dan Era emas di tahun 2045. Ini potensi yang harus dimaksimalkan karena tahun 2050, ditandai berakhirnya Paris Agreement tentang Zero Emission Carbon, dunia akan memasuki era Environment 6.0” Tegas Azam.
Ia menambahkan bahwa pada era ini seluruh kegiatan manusia akan berorientasi pada kelestarian lingkungan.
“Maka sudah seharusnya kita memulai gerakan baru, terutama di bidang pariwisata, agar kelak saat era ini dimulai, kita bisa menjadi salah satu leader di bidang Pariwisata,” Tutupnya.
Hal serupa diungkapkan oleh Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno saat melepas tim Ekspedisi pada 16 Juli, silam. “Itu (Environment 6.0) merupakan bagian dari unstoppable global trend tentang sustainibility, maka anak-anak mudalah yang harus menjadi pemenangnya.” Sandi melanjutkan bahwa ia berharap Kaldera juga bisa menjadi mitra Kemenparekraf ke depannya.
Ekspedisi yang digagas oleh Kaldera-Forever ini sendiri akan dilakukan hingga bulan Oktober 2021, dan ditutup di Gunung Kelimutu, Flores pada momen sumpah pemuda, 28 Oktober.
Discussion about this post