Jakarta, Djatinegara.com – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menetapkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor PMK-196/PMK.03/2021 tentang Tata Cara Pelaksanaan Program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak. PMK yang diundangkan pada 23 Desember 2021 tersebut merupakan aturan pelaksanaan untuk Program Pengungkapan Sukarela (PPS).
Peserta PPS merupakan Wajib Pajak (WP) Orang Pribadi (OP) dan Badan peserta Tax Amnesty (TA) dengan basis pengungkapan harta per 31 Desember 2015 yang belum diungkapkan saat mengikuti TA. Selain itu, ada WP Orang Pribadi (OP) dengan basis pengungkapan harta perolehan 2016 sampai 2020 yang belum dilaporkan dalam SPT Tahunan 2020.
Berikut tata cara pengungkapan bagi WP yang ingin mengikuti program tax amnesty jilid II ini:
- Pengungkapan dilakukan dengan Surat Pemberitahuan Pengungkapan Harta (SPPH) yang disampaikan secara elektronik melalui laman https://pajak.go.id/pps. SPPH dilengkapi dengan SPPH induk, bukti pembayaran PPh Final, daftar rincian harta bersih, daftar utang, pernyataan repatriasi dan/atau investasi.
- Bagi peserta WP OP yang sebelumnya tidak mengikuti tax amnesty, ada tambahan kelengkapan, yaitu pernyataan mencabut permohonan (restitusi atau upaya hukum), dan surat permohonan pencabutan Banding, Gugatan, Peninjauan Kembali.
Peserta PPS dapat menyampaikan SPPH kedua, ketiga, dan seterusnya untuk membetulkan SPPH apabila ada perubahan harta bersih atau kesalahan tulis, hitung, atau perubahan tarif. - Peserta PPS dapat mencabut keikutsertaan dalam PPS dengan mengisi SPPH selanjutnya dengan nilai nol. Peserta PPS yang mencabut SPPH dianggap tidak ikut PPS dan tidak dapat lagi menyampaikan SPPH berikutnya.
- Pembayaran dilakukan dengan menggunakan Kode Akun Pajak (KAP) PPh Final 411128 dan Kode Jenis Setoran (KJS) untuk peserta tax amnesty jilid I, 427, sedangkan bukan peserta tax amnesty sebelumnya, 428.
- Pembayaran tidak dapat dilakukan dengan Pemindahbukuan (Pbk). Pajak Penghasilan (PPh) Final yang harus dibayarkan sebesar tarif dikali nilai harta bersih (harta dikurang utang).
Adapun pedoman yang digunakan untuk menghitung besarnya nilai harta per 31 Desember 2015, yaitu nilai nominal untuk harta kas atau setara kas, Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) untuk tanah/bangunan dan Nilai Jual Kendaraan Bermotor (NJKB) untuk kendaraan bermotor, nilai yang dipublikasikan oleh PT Aneka Tambang Tbk untuk emas dan perak, nilai yang dipublikasikan oleh PT Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk saham dan waran yang diperjualbelikan di PT BEI, nilai yang dipublikasikan oleh PT Penilai Harga Efek Indonesia untuk SBN dan efek bersifat utang/sukuk yang diterbitkan perusahaan, sedangkan jika tidak ada pedoman, menggunakan hasil penilaian Kantor Jasa Penilaian Publik (KJPP).
Kemudian, pedoman yang digunakan untuk menghitung besarnya nilai harta per 31 Desember 2020, yaitu nilai nominal untuk kas atau setara kas, harga perolehan untuk selain kas atau setara kas, dan jika tidak diketahui maka menggunakan nilai wajar per 31 Desember 2020 dari harta sejenis atau setara berdasarkan penilaian WP.
Discussion about this post