Jakarta, Djatinegara.com – Saat ini, sertifikat vaksin Covid-19 dijadikan salah satu syarat untuk melakukan perjalanan dan memasuki fasilitas publik.
Sejumlah daerah sudah menerapkan masyarakat untuk menunjukkan sertifikat vaksin di hotel, restoran, warteg, salon dan barbershop, destinasi wisata, hingga pelaku perjalanan domestik yang menggunakan mobil, sepeda motor, bus, kereta api, kapal laut, dan pesawat.
Dengan mewajibkan sertifikat vaksin Covid-19 untuk mengakses fasilitas publik, diharapkan herd immunity dapat segera tercapai.
“Jadi nanti kalian pergi ke restoran enggak pakai ini (sertifikat), tolak. Belanja enggak pakai ini, tolak. Karena ini demi keselamatan kita semua,” ujar Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan, usai memantau pelaksanaan vaksinasi di Gedung Setda Sleman, Jumat (6/8/2021).
Namun, hingga saat ini baik Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan epidemiolog belum merekomendasikan hal ini. Mengapa demikian?
Dilansir dari laman WHO tentang Covid-19 and mandatory vaccination: Ethical considerations and caveats yang tayang pada 13 April 2021, disebutkan bahwa vaksin merupakan alat yang paling efektif untuk melindungi orang dari Covid-19. Oleh sebab itu, vaksinasi Covid-19 dilakukan di seluruh dunia.
WHO pun menyadari, banyak negara akan mewajibkan vaksin guna meningkatkan tingkat vaksinasi dan mencapai tujuan kesehatan masyarakat. Kebijakan tersebut dapat dibenarkan secara etis, karena mungkin penting untuk melindungi kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.
“Namun demikian, karena kebijakan yang mengamanatkan suatu tindakan atau perilaku mengganggu kebebasan dan otonomi individu, mereka harus berusaha untuk menyeimbangkan kesejahteraan komunal dengan kebebasan individu,” kata WHO dalam laman resminya.
Karenanya, WHO mengatakan pihaknya tidak memberikan posisi yang mendukung atau menentang vaksinasi Covid-19 wajib. Namun, WHO mengatakan ada beberapa faktor yang perlu menjadi pertimbangan bagi pemerintah atau pembuat kebijakan.
Epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman mengatakan, masalah sertifikat vaksin sebenarnya bukan hal baru dalam sejarah wabah di dunia. Dicky mengatakan, WHO memiliki apa yang disebut sebagai yellow card, sudah digunakan sejak 1969 sebagai persyaratan bagi para pelancong yang datang ke negara tertentu.
Yellow card ini untuk menunjukkan apakah seseorang sudah divaksinasi yellow fever atau demam kuning, infeksi virus yang disebarkan nyamuk spesies tertentu. Sebagai contoh lain, untuk masuk ke Pakistan dan Afganistan juga diharuskan sudah vaksin polio.
“Jadi paspor vaksin atau sertifikat vaksin bukan hal baru. Namun saya bisa memahami bahwa sikap WHO belum merekomendasikan (sertifikat vaksin tersebut),” kata Dicky dihubungi Kompas.com, Senin (9/8/2021).
Discussion about this post