Padang, Djatinegara.com – Penetapan pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur mahasiswa BEM FIS UNP pada tanggal 29 November 2021 banyak menarik perhatian dan menjadi perbincangan hangat masyarakat Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang, sebab pada kontestasi pemilihan gubernur mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang tahun ini diwarnai kehadiran calon perempuan atas nama Jumiati Ningsih.
Kehadiran penulis buku “Rayu” ini dalam pesta demokrasi FIS UNP menjadi anti tesis untuk stigma negatif atau persepsi pesimis masyarakat terhadap kepemimpinan perempuan yang dianggap tidak lebih baik.
Ketika berbicara kepemimpinan perempuan yang acap kali dianggap tidak lebih baik dibandingkan laki-laki, tentu hal ini sangat keliru dan merupakan salah satu bentuk ketidakadilan dalam berfikir. Sebab sangat banyak role model perempuan sebagai pemimpin yang bisa menjadi tempat kita bercermin, bukan hanya dalam jabatan tetapi juga dalam pergerakan sebagaimana RA. Kartini yang memperjuangkan hak-hak perempuan melalui tulisan-tulisannya. Tanpa perlu melihat lebih jauh, masyarakat FIS UNP juga bisa berkaca pada pimpinan Fakultas ilmu sosial UNP saat ini yang dipimpin Dr. Siti Fatimah, M.Pd., M.Hum. salah seorang intelektual perempuan yang ada di FIS UNP.
Kehadiran Jumiati Ningsih menjadi harapan untuk dapat mengakomodir segala kebutuhan perempuan FIS UNP yang secara kuantitas jauh lebih besar dibandingkan laki-laki.
Kehadiran Jumiati Ningsih yang merupakan salah satu tokoh perempuan UNP diharapkan dapat menangani isu-isu perempuan, salah satunya pelecehan seksual di dunia kampus yang akhir-akhir ini banyak mencuat ke permukaan publik. Tentu terobosan baru semacam ini akan sangat dibutuhkan demi membangun nuansa lingkungan akademik yang kondusif dari pelecehan seksual.
Dalam konferensi pers pada tanggal 29 November 2021, Jumiati Ningsih yang merepresentasikan kepemimpinan perempuan yang dalam ranah minang dikenal dengan sebutan Bundo Kanduang mengatakan bahwa penanaman nilai-nilai Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah sangat dibutuhkan dalam kehidupan lingkup kampus. Ia juga menambahkan bahwa hal ini menjadi pondasi dasar dalam membangun nuansa lingkungan akademik yang kondusif dari pelecehan seksual. Perempuan yang dikenal ramah serta memiliki segudang pengalaman organisasi baik dalam maupun luar kampus ini menutup dengan optimis bahwa niat –niat baik akan selalu menemukan jalan terbaik.
Menjadi pemimpin memang sebuah tanggung jawab besar, namun bukan berarti perempuan tidak mampu untuk menjadi pemimpin. Sejatinya, dalam kontestasi politik baik luar maupun dalam kampus tolak ukur penilaian seorang pemimpin bukanlah gender tetapi bagaimana kapasitas, kapabilitas, serta gagasan yang ditawarkan, baik perempuan maupun laki-laki sama-sama memiliki potensi untuk menjadi seorang pemimpin.
Discussion about this post